Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Lembaga Sensor Film (LSF) berencana membahas aturan-aturan mengenai hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam tayangan televisi pada minggu keempat Oktober 2007.
"Kita akan membuat semacam tolak ukur kriteria yang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dalam tayangan televisi. Kita targetkan minggu keempat Oktober," kata Ketua KPI, Sasa Djuarsa Sendajaja dalam forum evaluasi tayangan televisi swasta Indonesia selama paruh kedua Ramadhan 1428 H oleh MUI dan KPI di Jakarta, Jumat.
Sasa mengatakan, sebenarnya KPI dan LSF masing-masing sudah mempunyai peraturan menyangkut tayangan televisi akan tetapi masih umum dan belum terdefinisi secara jelas. "Kita akan samakan dan tambahkan kriteria-kriteria tayangan yang dipunyai SF dan KPI berdasarkan masukan dan keluhan dari masyarakat," lanjut Sasa.
KPI selama ini telah menerima berbagai macam masukan dari masyarakat mengenai tayangan yang menyangkut tayangan kekerasan, pornografi, mistik, dan sebagainya. "Juga tayangan yang pantas untuk anak-anak, remaja, gender, perempuan, termasuk klasifikasi acara jam tayang anak-anak, remaja, semua umur, dewasa, dan bimbingan orang tua dan sebagainya," jelas Sasa.
Selama ini aturan dari KPI yang terdapat dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) mencakup misalnya mengenai program siaran faktual dan non faktual. "Program tayangan faktual otomatis akan terkait dengan Dewan Pers. Dan tayangan non faktual seperti sinetron terkait dengan Lembaga Sensor Film," jelas Sasa.
Sedangkan produk peraturan hasil pembahasan antara KPI dan LSF akan diterbitkan sebagai peraturan bersama KPI dan LSF. Dalam kesempatan tersebut, ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia) dan beberapa perwakilan stasiun televisi swasta mendukung pertemuan untuk membahas lebih rinci dan tegas mengenai tayangan televisi.
"Dari dulu ATVSI mendesak ada satu standar etik yang disepakati oleh lembaga-lembaga yang mengawasi siaran TV sehingga stasiun TV tidak bingung mengikuti standar yang mana," kata Ketua Harian ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia) Uni Lubis.
Uni mengatakan, sementara ini baru ada kesepakatan antara KPU dan Dewan Pers di mana Dewan Pers akan mengawasi aspek jurnalistik dalam tayangan di televisi. "Nah hal itu belum jalan untuk tayangan non jurnalistik. Diharapkan ada standar yang sama. Dan untuk program Ramadhan ada keterlibatan MUI," lanjut Uni.
Sedangkan Sekretaris Korporasi PT Media Nusantara Citra Tbk (MNC), Gunawan Iskandar yang mewakili RCTI, TPI, dan Global TV juga mengungkapkan dukungan dan persetujuannya mengenai pertemuan regulator tayangan televisi yang membahas peraturan tayangan secara lebih mendetail dan jelas.
MNC mengusulkan pertemuan tersebut terlebih dahulu membahas mengenai aturan penayangan program Ramadhan yang dibahas bersama oleh KPI, LSF, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Depkominfo, dan industri televisi.
"Kenapa mulai dari tayangan Ramadhan?, karena kita batasi dulu Ramadhan ini yang paling banyak menimbulkan kompleksitas permasalahan karena ukuran orang langsung pada agama, sehingga lebih sensitif dibanding nilai-nilai sosial. Kalau dimulai dari aturan-aturan yang umum dikhawatirkan tidak bisa diimplementasikan," kata Gunawan.
Bila nantinya diundang dalam pertemuan tersebut, Gunawan mengatakan pihaknya akan memberi berbagai masukan antara lain berdasarkan pengalaman operasional teknis penyiaran.
"Kita akan memberikan masukan berdasarkan operasional teknis penyiaran per pointnya berdasarkan pembahasan nanti," kata Gunawan.
Forum evaluasi tayangan televisi swasta Indonesia selama paruh kedua Ramadhan 1428 H oleh MUI dan KPI dihadiri antara lain oleh perwakilan dari MUI yang dipimpin oleh ketuanya Amidhan, perwakilan dari LSF yang dipimpin ketuanya Titie Said, serta perwakilan dari beberapa stasiun televisi swasta seperti dari RCTI, SCTV, ANTEVE, TPI, Global TV, Indosiar, dan Metro TV.
0 Response to "KPI Dan LSF Bahas Aturan Tayang TV Setelah Lebaran"
Posting Komentar